Jumat, 15 Februari 2013

Spectre of Polygamy


Berbicara masalah poligami seakan-akan tiada hentinya untuk dipermasalahkan. Kita sudah mengetahui bahwa syarat utama untuk berpoligami itu adalah harus adil. Adil disini bukanlah konsep adil menurut aristoteles yang rata atau sebanding, bukan adil menurut karl marx, john Rawls, bentham, dll. Tapi adil yang hakiki menurut Allah, yang meliputi keadilan materil dan immateril, Fisik dan Psikis. Konsep Poligami dalam agama tidaklah serta merta dijadikan legitimasi untuk memuaskan hasrat libidinal. Seperti yang kita ketahui di dalam keberadaannya agama bukanlah suatu lembaga untuk memfasilitasi atau menumbuhkan hasrat kebinatangan kita secara membabi buta, malah fungsi agama yang hakiki adalah untuk mereduksi naluri-naluri kebinatangan yang ada di dalam diri manusia untuk mencapai martabat yang mulia. Berlindung dari salah satu ajaran agama islam yaitu poligami untuk mensakralkan kepuasan seksual adalah hal yang tidak etis. Determinasi agama atas diri kita sejatinya adalah moral restrain (pengekangan diri), namun yang terjadi adalah kita yang malah memaksakan kehendak kita dengan jalan mencari dalil yang mengakomodir hasrat libidinal kita. Seringkali mereka yang berpoligami mengatakan bahwa "saya berpoligami adalah untuk menghindari zina".
Apakah ini etis?

Tentulah terlalu naif jika menghindari zina adalah dengan jalan berpoligami. Sama halnya dengan pernyataan "saya menghindari kehamilan dengan cara memakai alat kontrasepsi". Bahkan thomas Robert Malthus tidak mengamini pendapat terakhir itu. Tidak ada tawar menawar lagi dalam menghindari diri dari perbuatan zina kecuali dengan pengekangan diri ataupun menikah dalam konteks pernikahan yang sah secara Habluminallah (sesuai dengan apa yang tersurat di dalam syariah) dan Hablumminannas (sesuai kondisi sosial, paradigma umum, volkgeist masyarakat).
Sebagian yang lain menjustifikasi dengan mengatakan bahwa ini adalah sunnah. Itu sah-sah saja bung, namun jangan yang enak-enaknya saja yang selalu dijadikan sunnah,,,hehe m131

Momok yang menakutkan dari poligami
Poligami sebagai lembaga yang melanggengkan paradigma karakter kepemimpinan kesultanan dan lambang keabsolutan dari seorang raja, kaisar, bangsawan, dll. Menyebabkan paradigma barat saat ini terhadap Islam adalah poligami sebagai suatu lembaga yang seolah-olah melanggengkan karakteristik kepemimpinan semau gue (melegitimasi raja-raja timur tengah untuk memiliki banyak selir disamping pemaisuri). Seolah-olah roh dari poligami itu adalah konsep untuk melegitimasi kekuasaan yang tidak bisa dipisahkan dari banyaknya wanita yang dimiliki. Padahal nabi Muhammad malah menempatkan konsep poligami adalah untuk  kepentingan sosial bukan untuk kepentingan politis apalagi kepentingan birahi, itu bisa terlihat dari fakta bahwa Nabi Muhammad menikahi janda, dan perempuan tak berdaya, daripada menjadi sampah masyarakat lebih baik diberikan kemakmuran. Dari Rezim nabi Muhammad, Khulafaurasyidin masih fine-fine saja. Namun setelah rezim bercorak kesultanan muncul, karakteristik kepemimpinan pra-Islam mengulangi kembali seperti romawi kuno, persia, dimana raja atau penguasa itu menjadikan gundik-gundiknya sebagai budak seks, itu bisa dilihat dari hareem turki. Cuma bedanya adanya sakralisasi berupa konsep poligami yang ditawarkan Islam namun disalahartikan.
Akhirnya melihat fakta sejarah diatas, seolah-olah poligami hanya bisa diakses oleh manusia lapisan tertentu (jabatan/kekuasan, kapitalis/uang) sehingga poligami menjadi suatu momok yang bila dilihat oleh kaum sekuler adalah simbol dari keserakahan religius (suatu ajaran agama yang mensakralkan hal yang profan).

Poligami yang seperti apa?
Tentulah poligami yang tidak mendasarkan pada pemuasan hasrat libidinal semata yang pada mulanya diawali dengan motif kuat, rasional, dan syar'i. Salah satunya adalah berpoligami dikarenakan istri tidak lagi memiliki fekunditas. Dikhawatirkan tidak akan ada pelanjut dinasti maka poligami merupakan ultimum remedium.

Solution:
bebicara suatu masalah tanpa menguraikan pemecahannya adalah perbuatan orang yang g ada kerjaan. Suatu masalah harus diselesaikan, seperti konsep yunani kuno bios teoritikos, dmn teori dan praksis tak bisa dipisahkan, dimana aksiologi harus menjadi unsur yang tak boleh dihilangkan sehingga pengetahuan selalu diikiti oleh nilai dan kepentingan (yang mulia). Poligami seyogyanya akan menjadi suatu momok yang menyenangkan bila:
 1. Didasarkan untuk motif/kepentingan memperbaiki kehidupan sosial (utilitarian) siperempuan
 2. Didasarkan untuk motif/kepentingan pribadi berupa meneruskan garis keturunan
 3. Dilakukan dengan kemampuan untuk berbuat adil secara keseluruhan

Sehingga dengan tiga klausul diatas maka seseorang bisa terlegitimasikan untuk melakukan poligami yang dengannya tiada lagi anasir yang bersifat mendesakralisasikan poligami itu sendiri (daripada berzina)

Akhirnya bila kita telisik secara rasional, suatu kemustahilan seseorang bisa melakukan poligami, terutama  klausul nomor 3 yang mana itu bisa dan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki ketetapan hati yang kuat (bayangkan saja, siapa sih yang bisa adil menurut sudut pandang Allah kecuali Rasulullah?). Maka tak berlebihan bila saya menganalogikan poligami itu seperti hal nya cerai yaitu suatu perbuatan yang halal namun dibenci oleh Allah SWT.

Kritik terhadap kritik:
Terlau naif mengatakan bahwa “mengkritik ‘poligami daripada berzina’ adalah upaya untuk menghalangi syariat Islam.”
Secara rasional/sebenarnya, pandangan itu (poligami daripada berzina) adalah upaya untuk mendesakralisasi dari substansi poligami dalam konteks kebaktian kita kepada Allah. Seolah-olah pandangan itu (poligami daripada berzina) adalah rompi anti peluru agar kita memuaskan nafsu dan keserakahan kebinatangan tanpa dilihat sebagai binatang, yang parahnya lagi agar dilihat sebagai manusia yang mengamalkan ajaran agama (seks untuk ibadah). Orang lain/ agama lain akan melihat bahwa kesalahan itu terdapat dalam ajaran Islam yang mencantumkan poligami sebagai bagian dari ajaran Islam, padahal agama Islam tidak pernah mengamini poligami sebagai pelegitimasi nafsu libidinal yang tak terkontrol!!!

Masih Ingin Berpoligami ????

oleh : Yunus Taufik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar