Senin, 24 Juni 2013

Kabut Asap, Haruskah SBY Meminta Maaf ?



Kebakaran hutan melanda Indonesia, khususnya pulau Sumatera. Hal ini tidak hanya berdampak pada warga Indonesia tapi juga merembet ke negara tetangga, Malaysia dan Singapura. Indonesiapun menuai protes dari kedua negara tersebut. Indonesia disebut menyebabkan perekonomian Singapura dan Malaysia tersendat. Atas hal ini, SBY selaku presiden Indonesiapun menyampaikan permohonan maaf dari Indonesia kepada kedua negara tersebut.
Permintaan maaf SBY kepada Malaysia dan Singapura mendapat tanggapan beragam dari warga Indonesia. Ada yang sinis, ada yang mendukung.
Pantaskah atau haruskah SBY meminta maaf?

Permintaan maaf SBY adalah sikap yang wajar. Kenapa ? Jika kita melihat dengan kacamata hukum. Akan ada banyak teori  yang mengarahkan kita untuk berpikir bahwa permintaan maaf seorang SBY adalah wajar.
Salahsatunya, dilihat dari sudut Tanggungjawab Negara dalam Hukum Internasional. Menurut Rosaly Higgins, Hukum tentang tanggungjawab  negara adalah hukum mengenai kewajiban negara yang timbul manakala negara telah atau tidak melakukan suatu tindakan. Dari pengertian itu jelas dikatakan bahwa negara bertanggungjawab ketika telah melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Namun, mengapa banyak pengamat politik ataupun masyarakat awam beranggapan bahwa SBY tidak perlu meminta maaf ?
Beberapa artikel di media cetak mengatakan bahwa kebakaran hutan yang terjadi di Riau disebabkan karena ada oknum yang sengaja membakar. Disebut-sebut, beberapa pelaku pembakaran adalah perusahaan asal negeri jiran (Malaysia, -red). Hal inilah yang membuat beberapa pengamat politik berpikir bahwa tidak seharusnya SBY merendahkan dirinya dengan meminta maaf (terutama pada Malaysia).
Selain itu, hal-hal yang menjadi alasan lain adalah seringnya masalah yang timbul antara Indonesia dan Malaysia. Kita mungkin tidak akan lupa bagaimana dengan arogannya tetangga kita ini mengklaim berbagai macam hal yang sudah jelas-jelas merupakan kebudayaan kita. Belum lagi kasus teror yang terjadi Indonesia yang salahsatu tokohnya adalah warga negara Malaysia (Alm. Nurdin M Top, -red).
Dalam kasus-kasus tersebut, Malaysia tidak pernah menyampaikan maaf kepada Indonesia. Sehingga permintaan maaf SBY dianggap tidak elegan dan terlihat mengkerdilkan Indonesia dihadapan negara-negara tersebut. Permintaan maaf yang tidak dibarengi dengan kesigapan dalam menanggulangi masalah inipun menjadi salahsatu penyebab banyaknya tanggapan sinis atas permintaan maaf tersebut.
So, pantas atau tidak ? Semua sudah terjadi dan tak perlu ditanggapi dengan masif dan tak perlu dibesar-besarkan. Saatnya bagi kita untuk melihat langkah apa yang akan dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini.
Karena pada dasarnya, yang terpenting adalah penegakkan hukum. Bagaimanapun , meminta maaf tidak akan menyelesaikan masalah. Sudah saatnya pemerintah tegas terhadap pelaku pembakaran hutan. Toh, kejadian ini tidak hanya terjadi kali ini saja namun sudah berkali-kali. Dan seperti pada kejadian-kejadian sebelumnya, kejadian ini juga diduga kuat merupakan ulah dari perusahaan-perusahaan “nakal”. Mau sampai kapan pemerintah akan membiarkan pembakaran hutan seperti ini ? Untuk apa paket kebijakan, toh biang keladinya tidak ditindak ?
Sudah saatnya, pemerintah bertindak tegas menanggapi masalah pembakaran hutan. Jika memang pelakunya dari perusahaan asing, harus ditindak tegas. Bahasa kasarnya, jangan hanya berani “menjewer” anak sendiri tetapi juga harus berani “menghardik” anak tetangga jika memang salah.
Terakhir, satu hal yang dilupakan SBY adalah meminta maaf pada rakyatnya. Karena korban yang paling menderita secara lahir bathin tentunya masyarakat di Riau. Sangat disayangkan sekali ketika pemimpin bangsa meminta maaf pada negara tetangga tetapi lupa untuk meminta maaf pada rakyatnya. 


oleh : Rizal Eri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar