Kebakaran hutan melanda
Indonesia, khususnya pulau Sumatera. Hal ini tidak hanya berdampak pada warga
Indonesia tapi juga merembet ke negara tetangga, Malaysia dan Singapura.
Indonesiapun menuai protes dari kedua negara tersebut. Indonesia disebut
menyebabkan perekonomian Singapura dan Malaysia tersendat. Atas hal ini, SBY
selaku presiden Indonesiapun menyampaikan permohonan maaf dari Indonesia kepada
kedua negara tersebut.
Permintaan maaf SBY kepada
Malaysia dan Singapura mendapat tanggapan beragam dari warga Indonesia. Ada
yang sinis, ada yang mendukung.
Pantaskah atau haruskah SBY
meminta maaf?
Permintaan maaf SBY adalah sikap
yang wajar. Kenapa ? Jika kita melihat dengan kacamata hukum. Akan ada banyak
teori yang mengarahkan kita untuk berpikir
bahwa permintaan maaf seorang SBY adalah wajar.
Salahsatunya, dilihat dari sudut
Tanggungjawab Negara dalam Hukum Internasional. Menurut Rosaly Higgins, Hukum
tentang tanggungjawab negara adalah
hukum mengenai kewajiban negara yang timbul manakala negara telah atau tidak
melakukan suatu tindakan. Dari pengertian itu jelas dikatakan bahwa negara
bertanggungjawab ketika telah melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Namun, mengapa banyak pengamat
politik ataupun masyarakat awam beranggapan bahwa SBY tidak perlu meminta maaf
?
Beberapa artikel di media cetak
mengatakan bahwa kebakaran hutan yang terjadi di Riau disebabkan karena ada
oknum yang sengaja membakar. Disebut-sebut, beberapa pelaku pembakaran adalah
perusahaan asal negeri jiran (Malaysia, -red). Hal inilah yang membuat beberapa
pengamat politik berpikir bahwa tidak seharusnya SBY merendahkan dirinya dengan
meminta maaf (terutama pada Malaysia).
Selain itu, hal-hal yang menjadi
alasan lain adalah seringnya masalah yang timbul antara Indonesia dan Malaysia.
Kita mungkin tidak akan lupa bagaimana dengan arogannya tetangga kita ini
mengklaim berbagai macam hal yang sudah jelas-jelas merupakan kebudayaan kita.
Belum lagi kasus teror yang terjadi Indonesia yang salahsatu tokohnya adalah
warga negara Malaysia (Alm. Nurdin M Top, -red).
Dalam kasus-kasus tersebut,
Malaysia tidak pernah menyampaikan maaf kepada Indonesia. Sehingga permintaan
maaf SBY dianggap tidak elegan dan terlihat mengkerdilkan Indonesia dihadapan
negara-negara tersebut. Permintaan maaf yang tidak dibarengi dengan kesigapan
dalam menanggulangi masalah inipun menjadi salahsatu penyebab banyaknya
tanggapan sinis atas permintaan maaf tersebut.
So, pantas atau tidak ? Semua
sudah terjadi dan tak perlu ditanggapi dengan masif dan tak perlu
dibesar-besarkan. Saatnya bagi kita untuk melihat langkah apa yang akan dilakukan
pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini.
Karena pada dasarnya, yang
terpenting adalah penegakkan hukum. Bagaimanapun , meminta maaf tidak akan
menyelesaikan masalah. Sudah saatnya pemerintah tegas terhadap pelaku
pembakaran hutan. Toh, kejadian ini tidak hanya terjadi kali ini saja namun
sudah berkali-kali. Dan seperti pada kejadian-kejadian sebelumnya, kejadian ini
juga diduga kuat merupakan ulah dari perusahaan-perusahaan “nakal”. Mau sampai
kapan pemerintah akan membiarkan pembakaran hutan seperti ini ? Untuk apa paket
kebijakan, toh biang keladinya tidak ditindak ?
Sudah saatnya, pemerintah
bertindak tegas menanggapi masalah pembakaran hutan. Jika memang pelakunya dari
perusahaan asing, harus ditindak tegas. Bahasa kasarnya, jangan hanya berani “menjewer”
anak sendiri tetapi juga harus berani “menghardik” anak tetangga jika memang
salah.
Terakhir, satu hal yang dilupakan
SBY adalah meminta maaf pada rakyatnya. Karena korban yang paling menderita
secara lahir bathin tentunya masyarakat di Riau. Sangat disayangkan sekali
ketika pemimpin bangsa meminta maaf pada negara tetangga tetapi lupa untuk
meminta maaf pada rakyatnya.
oleh : Rizal Eri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar