Minggu, 09 Desember 2012

THE GENEALOGY OF CORRUPTION




Dewasa ini, tidak terlalu berlebihan bilamana kita menyebut korupsi sebagai salah satu ideologi. Mengapa saya berani mengatakan demikian, karena  menurut pencetus pertama kali istilah ideologi yang bernama Antoine de Tracy, ideologi adalah ilmu tentang pemikiran manusia yang dapat menunjukkan pada kebaikan. Dalam perkembangannya, definisi ideologi terdistorsi menjadi asas, haluan, pandangan hidup mengenai dunia. Jadi tidak lagi mengenai baik dan buruknya hasil dari pemikiran itu. Ketika korupsi sudah menjadi trend, budaya dan bahaya laten yang ada dan bisa dirasakan keberadaannya, maka korupsi terkategorikan sebagai suatu ideologi.
Korupsi tidak diciptakan melainkan tumbuh dan berkembang bersama pemerintah dan masyarakat.  Yang menjadi fokus utama dari diskursus berkepanjangan ini, bukanlah mengenai hukuman mati efektif tidakkah bagi koruptor, tetapi lebih ke tinjauan filosofis, menelusuri arkeologi dari korupsi itu secara kritis-radikal, sehingga  akar masalah (baca : biang keladi) dari korupsi itu bisa kita bongkar habis-habisan.

Menurut Asal Kata
Korupsi berasal dari kata yang berbahasa latin, corruptio. Kata ini sendiri merupakan kata kerja corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok
Menurut Transparency Internasional
Korupsi adalah perilaku pejabat publik, politikus, atau pejabat negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka
Menurut Hukum Positif Indonesia
Penjelasan secara detilnya ada di 13 pasal UU No.31 tahun 1999 jo. UU No.21 tahun 2001. Menurut UU itu, ada 30 jenis tindakan yang dikategorikan sebagai tindak korupsi.  Secara ringkas, tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi
1. Kerugian-keuntungan negara
2. Suap menyuap (baca: sogokan, pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (baca: pemberian hadiah)


Korupsi merupakan salah satu jenis dari sekian banyak kejahatan yang eksis. Sesuai dengan adagium Bang napi, “kejahatan ada karena ada kesempatan +(motif).” Maka korupsi juga tak dipungkiri demikian.

Kesempatan
·         Kekuasaan
“power Tends To corrupt, absolute Power Tends to corrupt absolutely”  - Acton
kekuasaan cenderung disalahgunakan dan kekuasaan yang mutlak cenderung disalahgunakan secara muatlak pula. Seseorang bisa menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya dan bertindak sewenang-wenang atas kekuasaan yang dimilikinya. Parameter disalahgunakannya suatu kekuasaan adalah apakah kekuasaan itu digunakan untuk kepentingan umum atau kepentingan pribadi.
·         Longgarnya pengawasan terhadap kekuasaan
Apa sih fungsi BPK? Mengawasi? Tapi mengapa yang diawasi bisa luput dari pengawasan? BPK sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang disebutkan di dalam UUD 45 Bab VIII A, dapat kita simpulkan fungsi suvervisinya tidak bisa mengimbangi kekuasaan eksekutif. Lalu bagaimana subjek hukum yang mempunyai kewenangan menyelidik dan menyidik tindak pidana korupsi yaitu KPK yang yang lahir untuk mengoptimalisasi fungsi Polri dan Kejaksaan?
·         Adanya objek untuk dikorupsi
Uang merupakan objek yang paling liquid didunia ini, karena sebagai alat tukar dan alat ukur, uang bisa ditukar sekaligus mengukur kesejahteraan. Jumlah uang yang sangat besar, tentu saja menggiurkan calon koruptor untuk merealisasikan tindakannya.
·         Penegakkan hukum yang lemah dan payah
“law enforcement” atau penegakkan hukum adalah suatu ujung tombak untuk terciptanya supremasi keseluruhan hukum. Penegakkan hukum di Indonesia yang cenderung tebang pilih (baca:pandang bulu). Maka dari itu, asas “equality before the law” menurut para sosiolog sudah tidak menemui relevansinya. Memang benar didepan hukum setiap orang sama. Tetapi apakah di belakang hukum setiap orang sama?
Motif
·         Sentiment of ego
Di dalam karya Adam Smith yang berjudul “the theory of moral sentiment”, manusia memiliki dua keinginan, yaitu sentiment of ego dan sentiment of fellow. Cetus adam smith “bukan semata-mata anda bisa menikmati daging, melainkan karena mereka (pedagang daging) mementingkan diri sendiri. Sentiment of ego yang besar, menghasilkan suatu “mind-blocking”, yang mana pada akhirnya mengabaikan solidaritas dan kepekaan sosial, tentunya kepekaan sosial terhadap masyarakat.
·         Will to Power
Maksud dari will to power disini adalah konsep will to power menurut Nietzsche yang berawal dari prototype machiavelli, dimana kekuasaan seseorang berawal dari ambisi. Ketika seseorang ingin memperoleh kekuasaan, semua anasir-anasir mengenai nilai, norma, moral, dan keadilan harus disingkirkan. Tentu saja seorang calon koruptor tanpa will to power yang kuat tidak akan bisa menjadi seorang koruptor.
·         Wealth
Keinginan seseorang untuk mencapai kekayaan adalah suatu hukum kodrat. Dengan kekayaan, seseorang bisa meningkatkan prestise nya yang didalamnya sudah termuat harga diri dan kehormatan (terpandang).Kaya dalam waktu instan mungkin sulit untuk dicapai. Jarang diantara orang yang mencapai kekayaan instan dengan cara yang halal. Korupsi merupakan salah satu diantarannya untuk mendapatkan kekayaan dalam waktu yang singkat. dengan ini kita bisa menyimpulkan bahwa tujuan kekayaan untuk meningkatkan prestise dengan cara terhormat sepertinya sudah terdistorsi dengan adanya cara yang lain (baca:korupsi).
·         Greedy
Keserakahan adalah sifat dasar manusia yang bertitik tolak dari rasa tidak pernah puas. Bahkan Niccolo Machiavelli di dalam il Principe berucap “seseorang lebih mudah melupakan kematian ayahnya daripada melupakan bagian warisannya”. Tak pelak, ucapan Machiavelli tersebut menemui relevansinya. Korupsi merupakan refleksi dari sifat serakah manusia.
·         Homo Economicus
Determinasi kapitalisme, membuat manusia penuh dengan pertimbangan. Maksud pertimbangan disini adalah pertimbangan untung-rugi. Manusia cenderung berhasrat mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan menghindari kerugian sekecil-kecilnya. Tentu saja korupsi pun dilakukan dengan pertimbangan.
·         Homo homini lupus
Di dalam birokrasi pemerintahan, yang tersusun atas komposisi struktural-fungsional, korupsi pun terjadi tidak lagi menjadi kejahatan pribadi “Private Crime”, melainkan “Collective Crime”. karena sudah menjadi kejahatan bersama, korupsi dilakukan bareng bareng oleh atasan dan bawahan. Ketika ada segelintir orang yang berkarakter idealis, sangatlah malang, karena dia dikelilingi oleh para “serigala”. Sikut sana, sikut sini. Akhirnya, sesuai dengan perkataan Hobbes yang selalu menjadi korban adalah mereka yang berhaluan idealis di dalam kehidupan “manusia yang menjadi serigala bagi manusia lain”.

Konklusi
Dengan sederetan kesempatan yang besar dan motif yang kuat seperti yang diuraikan di atas, terbentuklah paradigma “ada peluang, nggak korupsi rugi”. Jadi korupsi bisa disebut sebagai kejahatan “aji mumpung.”
Dapat didilustrasikan sebagai berikut “Ketika saya berkendara, melihat pengendara lain menerobos lampu merah, satu demi satu pengendara yang lain menerobos dan saya mempertahankan posisi untuk tidak melanggar rambu-rambu lalu lintas, di dalam benak saya terjadi pergulatan pikiran afeksi-kognisi-psikomotorik. Akhirnya dengan sederet pertimbangan, saya ikut-ikutan menerobos lampu merah.”
Sosiolog asal Amrik Shaw dan Mckey mengatakan bahwa penyimpangan sosial adalah ekses dari proses sub-sub kebudayaan yang menyimpang. Korupsi sebagai suatu penyimpangan sosial (dalam kacamata sosiologi), telah menjadi nilai dan norma yang baru, dan dihayati oleh si koruptor sebagai proses sosialisasi yang wajar.

 Solving Problem
Mempermasalahkan masalah tanpa berusaha menemukan pemecahannya bukanlah  ciri seorang yang penuh integritas dan responsibilitas. Sebenarnya, sederhana saja bagaimana mencabut akar-kar korupsi.  Tsun Zu dalam The art of war berkata “ ingin menang perang? Kenali dulu siapa musuhmu”. Uraian diatas walaupun sederhana tentunya memberikan kita stigma dan bahan perenungan baru untuk mengetahui hakikat dari korupsi itu sendiri. Setelah kita mengenali korupsi sebagai musuh kita, maka strategi/taktik nya ialah:
·         Dari sisi kiri (kesempatan)
Ketika kesempatan sudah memprakondisikan seseorang yang yang tadinya tidak memiliki motif untuk melakukan tindak pidana korupsi, maka jalan satu-satunya adalah penguatan kaidah internal otonom. Kaidah ini ditemui dalam norma kesusilaan dan norma agama. Dengan Kaidah internal otonom yang kuat, seseorang yang mempunyai sitkon yang mumpuni untuk tergoda melakukan perbuatan yang korup akan berfikir sejenak. Pikiran-pikiran yang bersifat transendental-logis bergelut dengan pikiran yang bersifat material-ekonomis. Ketika pikiran yang bersifat trasnsendental-logis menang, terotomatisi dia akan melakukan tindakan rasional berorientasi nilai. Namun jika pikaran yang bersifat material ekonomis yang menang, maka bergegas akan dilanjutkan dengan tindakan rasional instrumental.

·         Dari sisi kanan (motif)
Motif yang kuat harus dibenturkan dengan kesempatan yang nihil untuk melakukan korupsi. Kesempatan yang nihil bisa tercipta dengan penguatan kaidah eksternal heteronom. Tentu saja norma hukum yang harus mendeterminasi. Law enforcement yang tangguh bisa meningkatkan wibawa hukum, karena lemah-kuatnya hukum dilihat dari penegakkan hukumnya. Penegakkan Hukum dengan segala fungsinya (suvervisi, controlling, koordinasi, limitasi) terhadap penyalahgunaan wewenang, bila mana sudah mencapai supremasi konkrit, maka sederetan motif yang kuat untuk melakukan tindak pidana korupsi akan terurungkan. Manakala korupsi kita kategorikan sebagai crimina extraordinaria, maka penegakkan hukum pun menjadi extraordinary law enforement. Saksi yang bersifat refresif dan restitutif haruslah disintesiskan sehingga bisa menjadi satu kesatuan sanksi yang kuat, karena sanksi adalah pedang dari law enforcement.

Sumber Acuan :
Adam Smith, the Theory of moral Sentiment
F. Budi Hardiman, pemikiran-pemikiran yang membentuk dunia modern
_______________, Kritik ideologi
Max Webber, Protestant Ethics and the Spirit of Capitalism
Niccolo Machiavelli, il Principe
Friedrich Nietzsche, the Birth of Tragedy
Soerjono Soekanto, Perihal Kaidah Hukum
 _______________ , Sosiologi suatu pengantar
Thomas Hobbes, Leviathan
Tsun Zu, The Art of War
UU Tipikor

Oleh : Yunus Taufik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar