Rabu, 27 Mei 2015

Gerakan 20 Mei

Koreksi Gerakan 20 Mei Mungkin sebagian dari kita kalimat gerakan 20 mei sudah begitu sering terdengar atau terbaca, akhir-akhir ini kita sering mendapatkan pesan mengenai rencana aksi masa untuk menurunkan pemerintahan dikarenakan memang selama lebih kurang delapan bulan kepemimpinan presiden JOKOWI banyak mengalami kelemahan disana sini, isu yang di lemparkan melalui pesan berantai via BBM atau melalui media sosial lainya yang memang di masa ini di gandrungi hampir mayoritas masyarakat indonesia terutama kaula muda dan kalangan mahasiswa. Kalimat gerakan 20 mei seakan jadi hot isue di meja-meja diskusi mahasiswa ataupun meja-meja kopi masyarakat, agenda gerakan yang pada awalnya isunya di motori oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh indonesia(BEM SI), walau pada akhirnya beberapa waktu lalu di bantahkan oleh koordinatornya sendiri. Jikalaupun gerakan ini suatu kebenaran,saya kira bukan suatu pilihan yang tepat atau solusi yang paling konkrit atas semua problema bangsa saat ini, kabinet kerja diatas kepemimpina presiden jokowi masihlah terlalu dini untuk mendapat tekanan seperti wacana gerakan itu, walau tidak dapat di pungkiri pemerintahan jokowi banyak mengalami kelemahan di berbagai bidang akan tetapi hal yang terlalu tergesa-gesa apabila gerakan penurunan ini dilakukan. Di berbagai media sosial khusunya, isu ini menjadi pembahasan yang menarik untuk di ikuti terutama dalam forum-forum mahasiswa, dan terakhir beberapa hari lalu saya membaca pernyataan sikap dari kelompok cipayung yang menolak atas agenda gerakan 20 mei. kelompok cipayung adalah sebutan lain bagi beberapa organisasi ekstra kampus yang semisal HMI,GMNI,GMKI,dll respon masyarakat terhadap pernyataan sikap itu amat beragam dan paling saya soroti adalah berbagai komentar yang menjurus mengatakan kelompok cipayung tidak lagi independent,cipayung tidak lagi sama dengan tujuannya sebagaimana di tahun 98,cipayung kini banyak di gerakan parpol dan berbagai macam tudingan di lontarkan atas sikap yang di ambil oleh kelompok ini dan lebih mirisnya komentar-komentar seperti itu datang dari mahasiswa yang sehari-harinya beraktifitas dengan kepala. Teramat disayangkan memang komentar-komentar seperti itu dikeluarkan dari hasil pemikiran seseorang yang sehari-harinya memang beraktifitas dengan bidang keilmuan. Jikalaulah dikatan mahasiswa sekarang tidak lagi sama dengan 98 saya sepakat akan hal itu, akan tetapi jika dikatakan tidak lagi punya keberanian sebagaiman mahasiswa 98 saya kira keliru, karena saya masih meyakini masih cukup banyak mahasiswa yang memilik mental pendombrak perubahan walau mungkin intensitasnya tidak lagi seperti di tahun 98 silam. Perlu saya kira kita semua masyarakat indonesia memahami terkhususnya mahasiswa atas apa yang terjadi di tahun 98 jika harus dibandingkan dengan saat ini 2015. Peristiwa 98 bukanlah suatu gerakan yang di bulan-bulan awal 98 menjadi pembahasan,gerakan reformasi tahun 98 adalah klimaks dari setelah sekian tahun pembahasan matang di kampus-kampus,juga adalah klimaks dari jutaan kali aksi turun kejalan, dan wajarlah suatu rezim benar-benar mampu di robohkan karena memang gerakan ini adalah gerakan puncak atau klimaks dari kegundahan mahasiswa dan rakyat. Walau semangat perubahan yang menggelora di masa itu baik dari rakyat atau mahasiswa untuk suatu reformasi kondisi negara tidak juga jauh berubah dan hasilnya adalah apa yang hari ini kita rasakan. Dengan berkaca atas apa yang telah terladi 17 tahun silam dan hasilnya yang kita rasakan hari ini, timbullah pertanyaan bagaimana kiranya jika gerakan 20 mei yang di isukan benar-benar terjadi seperti apakah hasilnya?. Bukankah gerakan ini pada akhirnya hanya akan melahirkan suatu gerakan yang premature. Yang jika di ibaratkan bayi yang dilahirkan secara paksa(aborsi) tentulah suatu hal mustahil akan mampu bertahan hidup, akibatnya gerakan ini hanya akan menjadi sesuatu yang sia-sia. Jika pun kita berandai-andai gerakan ini berhasil dan jokowi mampu untuk di lengserkan bagaiman solusi konkrit atas negara ini selanjutnya? Sedangkan peristiwa 98 saja yang merupakan klimaks dari seluruh gerakan di masa itu hanya mampu mewujudkan apa yang masyarakat indonesia hari ini rasakan, apa lagi jikalau suatu gerakan yang klimaksnya di paksakan tentu sangat kecil kemungkinan akan berhasil apalagi harus mewujudkan masyarakat adil makmur. jikalau pepatah katakan pengalaman adalah guru yang paling berharga saya kira pengalaman akan peristiwa 98 adalah guru yang perlu untuk kita haragai terkait isu gerkan 20 mei ini. Peran media serta selektivitas terhadap isu yang beredar adalah suatu keharusan di masa ini saya kira. jika penggiringa opini masih terus berlangsung dan masyarakat tak mampu dengan bijak menanggapinya ini bisa jadi awal petaka bagi indonesia, petaka yang pada akhirnya tidak menutup kemungkinan kekacauan di segala lini indonesia terjadi tentunya adalah pada akhirnya persatuan dan kesatuan merupakan tameng paling ampuh atas semua ini. salam satu indoneisa ku, jayalah negeriku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar