Rabu, 27 Mei 2015

kasus Rohingnya

MASIHKAH ADA MANUSIA DI BUMI INI??? Sejatinya…. hakikat manusia adalah saling tolong menolong Sesungguhnya….. manusia membutukan manusia lain untuk menghadapi masalah dalam hidupnya Semestinya….. perbedaan tidak menjadi alasan untuk membantu sesama manusia Maka seharusnya….. seorang manusia akan membalas uluran tangan orang orang Rohingya Namun ketika tanga-tangan itu diam….. Lantas apakah bumi ini masih di huni oleh manusia??? Malam itu bau busuk menyegat tercium dari suatu daerah bernama Arakan. Daerah yang menyimpan sejuta sejarah. Daerah yang dulunya berdiri suatu kerajaan indah. Daerah yang dulunya merupakan tempat bagi etnis Rohingya untuk bisa tersenyum dengan ramah. Namun nampaknya senyum itu kini terlihat kelu. Dengan bibir yang mulai terlihat membiru. Dengan mata yang menangis tersedu-sedu. Menghancurkan semua cerita di masa lalu. Bau busuk itu masih menyengat tercium dari Arakan. Anak-anak berlari-lari ketakutan mencari orangtuanya. Ibu-ibu berteriak parau memanggil nama anaknya. Dan kaum laki-laki mencoba mempertahankan harga dirinya. Hanya saja, itu semua tidak cukup untuk menunda kematian. Darah-darah segar telah mengucur dari badan. Mayat-mayat mulai jatuh berantakan. Dan rumah-rumah telah di bumi hanguskan. Mungkin itulah sedikit gambaran tentang PEMBANTAIAN. Tidak ada yang tahu pasti bagaimana konflik ini bermula. Tidak ada yang tahu pasti apa akar permasalahannya. Dan pasti tidak ada yang tahu siapa yang benar dan siapa yang salah. Namun dengan sombongnya media massa berlagak seperti Tuhan yang Maha mengetahui. Mereka dengan percaya diri mengatakan ini konflik agama. Tentang sekelompok muslim yang bermusuhan dengan kaum budha. Tentang sekelompok imigran gelap yang tidak diakui negara. Entah ini fakta atau hanya politik adu domba. Tapi setidaknya kita sepakat akan sebuah fakta. Fakta bahwa terjadi pembunuhan orang-orang yang tak berdosa. Fakta bahwa gadis-gadis lugu diperkosa. Fakta bahwa kebebasan manusia dipenjara. Dan fakta bahwa hak asasi manusia telah tiada. Sungguh tidak berlebihan jika dikatakan bahwa hak asasi manusia telah lenyap disana. Hak hidup mereka direnggut. Hak bersuara mereka dibungkam. Hak beribadah dan memeluk kepercayaan dikekang. Hak untuk melanjutkan keturunan dibatasi. Anak-anak tidak mendapat pendidikan. Orang-orang sakit tidak mendapat pelayanan. Bahkan untuk sekedar bepergian pun mereka ditekan. Apakah mereka pikir pencabutan status kewarganegaraan yang menjadikan mereka tidak memilki negara itu belum cukup menyedihkan??? Hari demi hari mereka lalui dengan kepedihan. Telinga-telinga yang tuli akan keributan. Mata-mata yang buta akan pembunuhan. Tangan-tangan yang lelah untuk melawan. Namun keadilan tak kunjung mereka dapatkan. Yang ada sekarang adalah pengusiran. Dengan berat hati meninggalkan tanah kelahiran. Berharap diluar sana ada sedikit belas kasihan. Cukup kapal tua itu menjadi saksi perjuangan para pencari keadilan, mengarungi ganasnya lautan. Walau ratusan orang harus rela menjadi tumbal perjalanan. Sungguh Tuhan belum mengizinkan mereka untuk tertawa. Tubuh-tubuh menggigil itu ditodong dengan senapan yang membisu. Orang-orang yang sekarat dibiarkan berkarat. Kapal-kapal tua dipaksa kembali mengarungi samudera. Apakah bau keringat orang-orang Rohingya benar-benar tak bisa diterima??? Mungkin orang-orang Thailand, Bangladesh, dan Malaysia lebih paham akan jawabannya. Lantas dimana rasa kemanusiaan yang sedari dulu diagungkan? Dimana keadilan yang katanya tujuan kehidupan? Dimana hak asasi manusia yang disembah bagai dewa? Dimana hukum yang dipercaya sebagai panglima? Sungguh tak satupun dari mereka yang menunjukan wajahnya dihadapan orang-orang Rohingya. Apakah hukum itu hanya kebohongan? Apakah hak asasi manusia itu hanya bualan? Apakah keadilan itu hanya angan-angan? Dan apakah rasa kemanusiaan itu hanya sebuah keniscayaan? Namun masih ada satu pertanyaan besar yang perlu diajukan. Kemana Perserikatan Bangsa-Bangsa yang biasanya berlagak bagai raja? Mengintervensi orang-orang tak berdaya dengan bantuan senjata. Mempengaruhi orang-orang teraniaya dengan perjanjian yang memaksa. Mengambil alih hak-hak yang bukan miliknya. Tapi sekarang, mengapa mereka tuli, buta dan bisu di saat yang sama? Apakah karena disana tidak ada minyak bumi yang akan mereka perebutkan? Atau karena tidak ada ideologi yang harus mereka pertahankan? Tangis orang-orang Rohingya memang tidak bersuara. Tapi bukan berarti mereka tak nyata. Mereka nyata, kapal tua itu jadi saksinya. Dan kapal tua itu pula yang meyambung nyawa orang-orang Rohingya. Membawa mereka terdampar di daratan Aceh nan jauh disana. Membawa mereka kepada sedikit rasa bahagia. Setidaknya orang-orang Aceh mengizinkan mereka untuk menghirup udara. sekedar menambah waktu untuk melihat indahnya dunia. Sayangnya tak ada jaminan yang diberikan Indonesia sebagai negara penguasa Aceh. Tak ada pendidikan, tak ada pekerjaan, tak ada status kewarganegaraan dan tak ada masa depan yang mereka tawarkan. Lantas bagaimana nasib tubuh-tubuh kelam berwajah suram itu? apakah mereka tak wajib mendapatkan pendidikan? Apakah mereka tak patut mendapat pekerjaan? Apakah mereka tak layak memiliki tempat berdiam? Apakah mereka tak berhak untuk masa depan? Atau bahkan mereka memang tak pantas untuk sebuah kehidupan? Seseorang, tolonglah beri jawaban. Karena sejatinya, hakikat manusia adalah saling tolong menolong. Sesungguhnya, manusia membutukan manusia lain untuk menghadapi masalah dalam hidupnya. Semestinya, perbedaan tidak menjadi alasan untuk membantu sesama manusia. Maka seharusnya, seorang manusia akan membalas uluran tangan orang orang Rohingya . Namun ketika tanga-tangan itu diam, mungkin memang bumi ini tidak lagi di huni manusia. ALBERIZA HUTRIANTO ( Bidang PTKP HMI Komisariat Hukum UNPAD)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar